Judul : Love in Montreal
Penulis :
Arumi E
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 7 November 2016
Tebal : 228 halaman
ISBN : 978-602-03-3460-8
Aku percaya, dengan bersikap baik, suatu saat mereka sadar, Islam yang sebenarnya membawa damai dan kebaikan. Teroris itu kriminal, nggak ada hubungannya dengan agama." (Hlm. 19)
***
Blurb
Montreal. Di sinilah
Maghali Tifana Safri, perancang baju asal Solo yang mulai bersinar namanya,
mendapat kesempatan melanjutkan studi. Ujian berupa teror dari sekelompok orang
hampir merontokkan sikap toleran Maghali, kalau saja Kai Sangatta Reeves tidak
muncul menyelamatkannya. Rupawan, cerdas, berhati emas. Model sekaligus dokter
dan relawan. Pesona Kai begitu kuat, tapi Maghali sadar dia tak boleh terlena karena
lelaki itu berada di kutub yang berbeda.Ujian lain datang dalam bentuk gadis
cantik bernama Isabelle. Model pirang yang memeragakan baju-baju rancangan
Maghali ini meminta bantuan untuk lari dari jerat cinta sesama dan pemberitaan
miring tentang masa lalunya. Seolah belum cukup pelik, Maghali kembali diuji
kala Kai yang dirundung duka melabuhkan rasa resah pada dirinya, membuat gadis
ini makin sulit memendam rasa. Kesadaran Maghali baru pulih kala melihat
Isabelle mendekati Kai. Susah payah hatinya mengakui, keduanya lebih cocok
menjadi pasangan karena sama-sama rupawan dan tak ada halangan mengadang.Ketika
masa tinggalnya di Montreal berakhir, Maghali mengira selesai pula siksaannya
menahan rasa pada Kai. Tapi pada satu hari sakral di Tanah Air, Kai tiba-tiba
muncul. Akankah terbentang masa depan untuk keduanya, ataukah mereka harus puas
dengan sepotong episode penutup?
***
"Berapa kali aku harus jelaskan? Aku bukan pengungsi. Aku memang muslim, tapi aku nggak pernah minta bantuan dari kalian!" (hlm. 92)
***
Maghali Tifana Safri mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya ke La Mode Collage,
Montreal. Semua berkat rancangannya dengan konsep modest wear—busana muslim yang memadukan bahan modern dan kain
tradisional yang menarik perhatian salah satu dosen La Mode Collage bernama
Miss Prudence. Bahkan dosennya berbaik hati untuk mengurus segalanya untuk
Maghali. Selama belajar di kampus, Maghali berkenalan dengan berbagai model, termasuk Kai Sangatta Reeves dan Isabelle Estelle. Model yang akan memperagakan baju rancangan Maghali di mini fashion ini ternyata memiliki masalah berbeda.
Maghali sebenarnya tidak menyangka akan terjebak di dalamnya secara langsung. Semua bermula dari pingsannya Natalie-salah satu model-setelah acara mini fashion. Kai yang ternyata seorang dokter
langsung membawanya ke rumah sakit. Sejak itu keduanya semakin dekat bahkan
Maghali sampai menjadi relawan bagi pengungsi Suriah. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Isabelle karena terpesona dengan Kai.
Mereka bertiga pun mulai melakukan kegiatan sosial bersama yang membuat Maghali mulai merasa cemburu. Dia merasa tersisihkan di antara percakapan Kai dan Isabelle terlebih dia harus kembali ke Solo setelah masa belajarnya usai. Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya Maghali harus menerima kenyataan pahit tentang Kai dan juga tentang Isabelle.
Mereka bertiga pun mulai melakukan kegiatan sosial bersama yang membuat Maghali mulai merasa cemburu. Dia merasa tersisihkan di antara percakapan Kai dan Isabelle terlebih dia harus kembali ke Solo setelah masa belajarnya usai. Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya Maghali harus menerima kenyataan pahit tentang Kai dan juga tentang Isabelle.
Lebih baik memiliki teman di kota yang jauh sekali dari keluarganya ini. Keputusannya berubah. (hlm. 107)
Dibanding dengan seri Around The
World With Love lain karya Arumi, kisah inilah yang paling sederhana tapi
menyenangkan. Aku menyukai bagaimana Arumi memasukkan konflik yang terlihat
sepele ternyata berakibat besar di bab selanjutnya. Cover dengan dominasi warna
putih salju mengambarkan secara jelas isi ceritanya.
Mengangkat tema agama dengan
percikan cinta sepasang dua orang, Arumi memberikan porsi besar pada salah satu
tokoh sampingan. Tokoh yang secara tidak langsung menghidupkan sosok Maghali
dan Kai di buku ini. Meski berlatar Montreal, tetapi tidak ada aura yang
mengajak pembaca tenggelam dengan latar tersebut karena penulis lebih berfokus dengan
perkembangan cinta kedua tokoh utama.
Tokoh Kai lebih menonjol dibanding
Maghali sendiri. Karena, di dalam buku ini, penggambaran Kai lebih kuat dan
menarik perhatian lewat tingkah lakunya yang spontan. Tokoh Maghali sendiri
lebih berfokus pada pemikirannya tentang agama dan toleransi.
Bisa dibilang alur ceritanya cepat
karena penulis langsung melompat cepat ke arah selesainya acara mini fashion dan mendekatkan Maghali dan
Kai. Menggunakan sudut pandang Maghali dengan alur maju membuat cerita ini
lebih hidup. Pembaca akan di ajak merasakan gejolak batin Maghali sebagai
perempuan muslim di antara budaya multikultural.
Secara keseluruhan Love in Montreal
berhasil menggabungkan cerita cinta, keluarga dan agama menjadi jalinan kisah
menarik. Arumi tetap tidak meninggalkan ciri khasnya yang menyampaikan pesan
kebahagiaan dengan perbedaan agama.
Maghali menikmati kebersamaan ini. walau berada jauh dari keluarganya, dia tidak sendirian. Dia punya teman-teman yang membuat hidupnya menyenangkan. (hlm. 183)
“Ooh, kamu pingin mencoba mengenakan pakaian pengantin muslimah di acara pernikahan nanti supaya terasa sakral, gitu?” (hlm 195)
“Percayalah padaku. Perasaanmu akan lebih lega setelah mengakui apa yang ada dalam hatimu.” (hlm. 224)