Minggu, 08 Januari 2017

The Girl On The Train



Judul               : The Girl On The Train
Penulis             : Paula Hawkins
Penerjemah      : Inggrid Nimpoeno
Penerbit           : Noura Books
Cetakan           : Pertama, agustus 2015


Blurb
Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Setiap hari dia terguncang-guncang di dalamnya, melintasi sederetan rumah-rumah di pinggiran kota yang nyaman, kemudian berhenti di perlintasan yang memungkinkannya melihat sepasangan suami istri menikmati sarapan mereka di teras setiap harinya. Dia bahkan mulai merasa seolah-olah mengenal mereka secara pribadi. “Jess dan Jason,” begitu dia menyebut mereka. Kehidupan mereka-seperti yang dilihatnya-begitu sempurna. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya sendiri yang baru saja hilang.
Namun kemudian, dia menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini segalanya berubah. Tak mampu merahasiakannya, Rachel melaporkan yang dia lihat kepada polisi dan menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Apakah dia telah melakukan kejahatan alih-alih kebaikan? 

***

Satu berarti penderitaan, dua berarti kebahagiaan, tiga berarti bocah perempuan. Tiga berarti bocah perempuan. Aku tertahan pada tiga, aku tidak bisa melanjutkannya lagi (hlm 403).

***

Perceraian dalam rumah tangga bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Alasannya bisa beragam. Bisa keinginan salah satu pihak. Atau keinginan dua belah pihak. Namun, pasti salah satu pihak akan mengalami kehancuran karena perasaan gagal membina rumah tangga. Inilah yang dialami oleh Rachel Watson. Ia bercerai dari Tom Watson karena tidak mampu menghasilkan keturunan. Padahal segala cara telah ia lakukan. Hingga kenyataan pahit itu membuatnya depresi.

Bukan hanya itu, ia harus menerima bahwa Tom berselingkuh dan memiliki anak dari perempuan lain bernama Anna. Dan juga Rachel kehilangan pekerjaannya. Sejak itu, Rachel semakin mabuk-mabukan. Awalnya hanya pelampiasan kesedihannya tapi akhirnya menjadi pecandu. Ia lebih mudah memikirkan banyak hal dan tidak bisa membedakan mana kenyataan, khayalan dan mimpi. Hidupnya berantakan dan ia tidak bahagia. Beruntung sahabatnya, Cathy, mau menampungnya dan membantu Rachel memperbaiki kehidupan. Tapi, Rachel tidak pernah melakukannya karena terlalu sibuk dengan kesedihannya.
Rachel bahkan tidak bercerita bahwa selama ini ia telah dipecat dari pekerjaannya. Seharusnya kukatan saja hal itu sekarang, dia sudah marah terhadapku. Seharusnya aku menyusul dan memberitahunya: aku sudah dipercat berbulan-bulan yang lalu karena muncul dalam keadaan mabuk berat setelah makan siang selam tiga jam dengan klien, dan selama makan siang itu aku berhasil bersikap kasar dan tidak profesional sehingga firmaku menanggung kerugian bisnis pria itu (hlm 192-193) Namun Rachel memilih jalan lain. Ia berpura-pura bekerja dan pergi dengan kereta tiap harinya.

Di dalam kereta, Rachel juga sering melihat sepasang suami-istri yang ia beri nama Jess-Jason di jalan daerah perumahaannya saat masih tinggal bersama Tom. Pasangan ideal karena terlihat mesra. Seperti masa lalu Rachel saat bersama Tom. Aku tidak pernah melihat mereka dari dekat, mereka tidak tinggal di rumah itu ketika aku masih tinggal di jalan yang sama. Mereka pindah ke sana setelah aku pergi dua tahun lalu, aku tidak tahu kapan persisnya. Kurasa aku mulai memperhatikan mereka kira-kira setahun belakangan, dan perlahan-lahan, ketika bulan-bulan berlalu, mereka menjadi penting bagiku (hlm 12).

Lalu pada tanggal 15 Juli 2013, Rachel tanpa sengaja melihat berita hilangnya perempuan yang mirip dengan Jess. Akhirnya ia tahu nama asli perempuan yang sering dilihatnya dari kereta. Megan Hipweel. Dan juga suaminya Scott Hipweell (yang dulu Rachel beri nama Jason).

Sejak itu kehidupan Rachel berubah. Ia berusaha membantu mencari Megan dan berusaha berkenalan dengan Scott hingga sering datang ke rumahnya. Karena letak rumah Scott berada di dekat rumah Tom maka semakin sering Rachel intensif melihat keluarga Tom. Namun, semakin sering melihat Tom, Rachel mengingat sepotong ingatan yang tanpa sengaja dilupakannya. Efek mabuk-mabukannya membuat sulit membedakan kenyataan dan khayalannya.
Hingga gemparnya berita kematian Megan disiarkan, Rachel mulai memiliki banyak potongan ingatan acak yang menuntutnya menemukan siapa pembunuh Megan. Karena sesungguhnya Rachel sudah tahu seandainya ia tidak mabuk.
Rachel mulai menemui Scott dan mencari tahu kehidupan Scott dan Megan sebelumnya. Lalu, menuntunnya menemui Kamal, ahli terapis Megan yang ternyata mengalami gangguan kecemasan. Megan juga pernah bekerja sebagai pengasuh bayi Anna di rumah Tom. Dan tabir masa lampau semakin terungkap, Rachel mulai mengetahui siapa pelakunya. Tapi, mengungkapnya berarti sama saja membahayakan nyawanya sendiri.

Novel setebal 431 halaman ini cukup membuat aku ikut merasakan pergulatan batin tiap tokoh perempuan. Diceritakan dengan tiga sisi sudut pandang; Rachel, Anna dan Megan.
Namun, Rachel lebih banyak mendapat porsi di cerita ini. Ia juga yang mendapat simpati dari pembaca, termasuk aku. Karena, Rachel selain diceraikan secara tidak terhomat oleh Tom, dikhianati, ia juga harus menjalani hari menyedihkan dengan berpura-pura bekerja, mulai depresi, tidak bahagia dan menjadi pecandu minuman alkohol.
Lalu, pembaca akan digiring oleh sikap menyebalkan Anna. Wanita penyebab perceraian Rachel dan Tom. Menjadi kekasih gelap sangatlah menggairahkan, tidak ada gunanya menyangkal hal ini: kaulah yang membuat lelaki itu tidak berdaya hingga mengkhianati istrinya, walaupun dia mencintai istrinya. Sebesar itulah daya tarikmu yang tak tertahankan itu. (hlm 311).
Dan tokoh perempuan yang membuat pembaca gemas adalah Megan Hipwell. Selalu berlaku keras kepala, berselingkuh dan tidak jujur. Jika dia mengira aku hendak duduk-duduk menangisiya, dia keliru. Aku bisa hidup tanpanya, aku akan baik-baik saja tanpanya—tapi aku tidak menyukai kekalahan. Itu bukan aku. Semuanya ini bukanlah aku. Aku tidak ditolak. Akulah yang berjalan pergi (hlm. 174).

Pembuka cerita ini sungguh menyenangkan bagiku. Aku selalu suka cara penulis memperdalam sudut pandang Rachel. Walaupun memang membuang banyak halaman tapi disitu sudut menarik novel ini. Pembaca di ajak mengenal pikiran, sikap dan sosok Rachel, Anna dan Megan dengan dalam. Uniknya, penulis tidak mendeskripsikan seperti apa sih tiap tokoh, karena akan dijelaskan lewat percakapan antar-tokoh.

Sebagai khas thriller, novel ini menyuguhkan plot twist. Penulis pandai menggiring pembaca untuk menyelesaikan novel sampai tamat untuk mengungkap tiap keping siapa sebenarnya pelaku pembunuh Megan. Gaya bahasanya pun renyah dan menyenangkan karena banyak kosakata, namun aku tidak menyukai sudut pandang Megan. Ia bagai wanita lemah dan mudah ditebak pikirannya oleh tokoh lain. Sehingga sudut pandang Megan seolah tidak diperlukan. Lepas dari kekurangan itu, penulis selalu menyelipkan teka teki lebar dengan alur yang asyik. Pembaca pun bisa merasakan amarah, sedih dan bahagia ketika membaca novel ini.


Rekomended.
Tanggapanku di ulasan singkat iJak. Rekomendasi untuk bahan bacaan bagi remaja dan dewasa
“Jika aku mengaku yang sebenarnya, kepercayaan itu akan hilang. Jadi, aku kembali berbohong. (hlm 157)
Tapi, ketika membaca kisah-kisah mereka yang menyatakan berhasil memulihkan ingatan lewat hipnoterapi, kusadari bahwa aku lebih takut terhadap kesuksesan daripada kegagalan (hlm. 132).


Diikutkan reading challenge: di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar